BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang masalah
Secara naluriah, kodrat, fitrohnya manusia
adalah makhluk sosial memerlukan orang lain dalam kehidupannya tanpa sesamanya
manusia tidak akan bisa hidup. Pada mulanya manusia berada dalam satu
lingkungan sosial yang kecil, semakin berkembangnya umat manusia menyebar
kemana-mana dengan kondisi fisik yang berbedapula.Dari uraian diatas diketahui
memberikan diskripsi manusia secara sistematis bahwa manusia berada dan
berhubungan dengan sesamanya dalam pola- pola tertentu sebagai individu yang
berhubungandengan individu melalui keluarga, masyarakat. Sebagai individu yang
berhubungan dengan kelompok masyarakat, politik, social. Sebagai kelompok yang
berhubungan dengan kelompok.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apakah konsep nilai-nilai pribadi ?
2.
Apa saja nilai-nilai pribadi konselor ?
3.
Apa saja nilai-nilai pribadi klien ?
1.3 Tujuan
1.
Untuk memahami konsep nilai-nilai pribadi.
2.
Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai pribadi
konselor.
3.
Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai pribadi
klien
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep
Nilai-Nilai Pribadi
Secara umum hubungan konseling dimaknai
sebagai hubungan yang bersifat membantu, artinya pembimbing berusaha membantu
terbimbing agar tumbuh, berkembang, sejahtera dan mandiri. Shertzer & Stone
(1981) mendefinisikan hubungan konseling sebagai: “ interaksi antara seorang
dengan orang lain yang dapat menunjang dan memudahkan secara positif bagi
perbaikan orang tersebut”. Selanjutnya Rogers mendefinisikan hubungan konseling
sebagai : “ Hubungan seorang dengan orang lain yang datang dengan maksud
tertentu”.
Hubungan itu bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan, perkembangan, kematangan,memperbaiki fungsi dan memperbaiki
kehidupan. Sedangkan sifat dari hubungan konseling adalah menghargai terbuka,
fungsional untuk menggali aspek-aspek tersembunyi (emosional, ide,
sumber-sumber informasi dan pengalaman dan potensi secara umum). Benyamin
(dalam Shertzer & Stone,1981) mengartikan hubungan konseling adalah
interaksi antara seorang profesional dengan konseli, dengan syarat bahwa
profesional itu mempunyai waktu, kemampuan untuk memahami dan mendengarkan,
serta mempunyai minat, pengetahuan dan keterampilan.
Hubungan konseling yang terjadi harus
memudahkan dan memungkinkan orang yang dibantu untuk hidup lebih mawas diri dan
harmonis. Sofyan S. Willis (2004) menjelaskan sejumlah karakteristik dari
hubungan konseling, yang dapat membedakan antara hubungan konseling dengan
relasi antarmanusia biasa seperti yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Karakteristik yang dimaksud, antara lain :
1.
Sifat bermakna.
Maknanya adalah bahwa hubungan konseling
mengandung harapan bagi konseli dan konselor, juga bertujuan, yaitu tercapainya
perkembangan konseli.
2.
Bersifat efek.
Efek adalah perilaku-perilaku emosional,
sikap dan kecenderungan-kecenderungan yang didorong oleh emosi. Efek hadir
dalam hubungan konseling karena adanya keterbukaan diri ( self-disclosure)
konseli, keterpikatan, keasyikan diri (self-absorbed ) dan saling sensitif
satu sama lain.
3.
Integrasi pribadi.
Integritas pribadi menyangkut sikap yang
genuine” dari kedua belah pihak (konseli dan konselor), yaitu sikap yang
menunjukkan ketulusan, tanpa kepura-puraan, menampilkan keaslian diri, membuang
kesombongan, arogansi dan kebohongan. Adanya ketulusan, kejujuran keutuhan dan
keterbukaan.
4.
Persetujuan bersama.
Hubungan konseling terjadi atas
persetujuan bersama,adanya komitmen bersama, bukan sebuah paksaan.
5.
Kebutuhan.
Hubungan konseling yang terjadi
didasarkan atas faktor kebutuhan,yaitu kebutuhan konseli dalam hubungannya
dengan persoalan yang tengah dihadapi. Maka hubungan konseling selalu bercorak
pemecahan masalah ( problem solving).
6.
Perubahan.
Tujuan hubungan konseling adalah
perubahan positif yang terjadi pada diri konseli. Misalnya kemampuan konseli
dalam mengatasi masalah,mampu melakukan penyesuaian diri, mampu mengembangkan
diri secara optimal.
2.2
Nilai-Nilai Pribadi Konselor
Selaku konselor profesional harus memiliki
kesadaran dalam melakukan pekerjaan dengan menampilkan keutuhan pribadi seorang
konselor. Seorang konselor dalam menjalankan tugasnya harus dalam keadaan
sadar dan menampilkan kepribadian yang sesuai dengan keprofesonalitasnya.
Syarat petugas bimbingan, dalam hal ini adalah seorang konselor di sekolah
diantaranya adalah sifat kepribadian konselor. Seorang konselor harus memiliki
kepribadian yang baik. Kepribadian konselor sangat berperan dalam usaha
membantu siswa untuk tumbuh. Banyak penelitian telah dilakukan oleh sejumlah
ahli tentang ciri-ciri khusus yang dibutuhkan oleh seorang konselor.
1.
Sifat-sifat kepribadian konselor diantaranya:
a. Konselor
adalah pribadi yang intelegen
Yaitu memiliki kemampuan berpikir verbal
dan kuantitatif, bernalar dan mampu memecahkan masalah secara logis dan
persetif.
b. Konselor
menunjukkan minat kerja sama dengan orang lain
Di samping seorang ilmuwan yang dapat
memberikan pertimbangan dan menggunakan ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku
individual dan social.
Konselor menampilkan kepribadian yang
dapat menerima dirinya dan tidak akan menggunakan kliennya untuk kepuasan
kebutuhan pribadinya melebihi batas yang ditentukan oleh kode etik
profesionalnya.
Konselor memiliki nilai-nilai yang
diakui kebenarannya sebab nilai-nilai ini akan mempengaruhi perilakunya dalam
situasi konseling dan tingkah lakunya secara umum.
Konselor menunjukkan sifat yang penuh
toleransi terhadap masalah-masalah yang mendua dan ia memiliki kemampuan untuk
menghadapi hal-hal yang kurang menentu tersebut tanpa terganggu profesinya dan
aspek kehidupan pribadinya.
Konselor cukup luwes untuk memahami dan
memperlakukan secara psikologis tanpa tekanan-tekanan sosial untuk memaksa
klien menyesuaikan dirinya.
c. Komunikasi
Situasi konseling menuntut reaksi yang
adekuat dari pihak konselor, yaitu konselor harus dapat bereaksi sesuai dengan
perasaan dan pengalaman konseli. Bentuk reaksi ini sangat diperlukan oleh
konseli karena dapat membantu konseli melihat perasaanya sendiri.
2.
Kepribadian konselor yang menghargai dan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagai berikut, memiliki kemampuan:
a. Membedakan
perilaku yang menggambarkan pandangan positif
Konselor harus bisa membedakan perilaku
klien yang dimana perilaku klien tersebut merupakan sebuah pandangan atau
persepsi klien yang bisa diorientasikan sebagai pandangan yang positif. Pandangan
positif ini bisa berwujud seperti persepsi-persepsinya konseli mengenai dunia
politik, pendidikan, situasi sosial,bencana yang ada di indonesia, dan
sebagainya.
b. Membedakan
perilaku yang menggambarkan pandangan negative
Seorang konselor dituntut untuk bisa
mengerti dan memahami kondisi psikologis konseli, memahami disini bisa
diartikan bahwa seorang konselor mampu membedakan pandangan-pangdangan yang
diungkapkan konselinya mengenai dunia luar maupun pandangan-pandangannya
terhadap dirinya sendiri.
c. Membedakan
individu yang berpotensi dalam layanan bimbingan dan konseling
Konselor harus mampu membedakan mana
konseli yang berpotensi dan mana konseli yang kurang menunjukkan adanya potensi
diri. Pengetahuan tentang hal ini bisa membantu konselor dalam menjalankan
tugasnya.
3.
Konselor yang menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia antara lain memiliki kemampuan :
a. Menerapkan
perbedaan budaya yang berperspektif gender dalam pelayanan bimbingan dan
konseling.
Dalam memberikan pelayanan bimbingan dan
konseling, seeorang harus memperhatikan banyak aspek demi kelancaran dan
kelangsungan jalannya konseling.
b. Menerapkan
perbedaan budaya yang berperspektif hak asasi manusia dalam pelayanan
bimbingan dan konseling
Memiliki pengetahuan mengenai hak asasi
manusia akan sangan bermanfaat bagi konselor dalam menjalani tugasnya selaku
konselor. Dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling akan sangat
berguna apabila konselor mengerti dan memahami tentang hak asasi manusia dan
kemudian diterapkan pada saat proses konseling.
c. Menerapkan
perbedaan responsif perbedaan budaya konselor dengan konseli dalam pelayanan
bimbingan dan konseling
Konselor harus respek terhadap keadaan
apa saja yang terjadi pada saat proses konseling. Konseli yang datang kepada
konselor tidak menutup kemungkinan berasal dari berbagai latar belakang dan
budaya yang berbeda dengan konselor. Dalam kaitannya dengan perbedaan budaya
antara konselor dengan konselinya, maka akan sangat bijak bila konselor
memberikan respon yang responsif terhadap konseli yang berbeda budaya. Tindakan
keresponsifan ini akan membantu konselor memahamii konseli lebih dalam sehingga
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kesalahpahaman perspektif
atau pandangan antara yang diungkapkan konselor maupun yang diungkapkan
konseli.
4.
Konselor yang menunjukkan integritas
kepribadian yang kuat adalah ditunjukkan dalam kepribadian antara lain memiliki
kemampuan:
a. Menerapkan
toleran terhadap stres yang dialami konseli.
b. Konselor
menunjukkan sifat yang penuh toleransi terhadap masalah-masalah yang dialami
oleh konselinya. Masalah-masalah seperti stres yang dimiliki oleh konselinya
hendaknya mampu konselor atasi dengan baik dan ia memiliki kemampuan untuk
menghadapi hal-hal yang kurang menentu tersebut tanpa terganggu profesinya dan
aspek kehidupan pribadinya.
c. Mengantisipasi
berbagai tekanan yang menimpa diri
d. Sebagai
seorang yang memiliki keutuhan atau integritas kepribadian yang kuat, wajar
bila seorang konselor mampu melakukan antisipasi terhadap tekanan-tekanan yang
menimpa diri konselor sendiri. Tekanan-tekanan ini bisa jadi disebabkan oleh
hal yang diluar dugaan dan bisa datang kapan saja tanpa pemberitahuan, oleh
karenanya sseorang konselor harus mampu melakukan antisipasi diri terhadap
tekanan yang muncul. Bila tekanan yang seperti ini sudah muncul dan konselor
kurang mampu mengatasinya, maka bila dibawa pada konseling akan mengganggu
mekanisme konseling dikarenakan ketidaksiapan pribadi konselor dalam
melaksanakan tugasnya.
e. Melakukan
coping terhadap berbagai tekanan yang menimpa diri
f. Coping
merupakan salah satu upaya atau metode yan dilakukan konselor agar konselor
mampu menyesuaikan dan mengatasi berbagai macam permasalahan sesuai dengan
keadaan dan situasi yang terjadi. Hendaknya konseling ini menerapkan metode
coping pada saat ia berhadapan dengan klien dan bisa juga diterapkan konselor
pada keadaan yang menimpa dirinya sendiri. Metode ini sangat berguna bagi
konselor pada saat ia menjalankan tugasnya karena ia mampu mengatasi berbagai
macam keadaan yang ia hadapi.
5.
Konselor yang menunjukkan integritas
kepribadian yang kuat adalah ditunjukkan dalam kepribadian antara lain memiliki
kemampuan:
a. Menampilkan
kepribadian dan perilaku seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah, dan konsisten.
Kepribadian konselor merupakan titik
tumpu yang berfungsi sebagai penyeimbang antara pengetahuan mengenai dinamika
perilaku dan keterampilan terapeutik. Ketika titik tumpu ini kuat, pengetahuan
dan keterampilan bekerja secara seimbang dengan kepribadian yang berpengaruh
pada perubahan perilaku positif dalam konseling.
b. Menampilkan
kepribadian dan perilaku dalam menampilkan emosi yang stabil dengan mengontrol
emosi diri secara tepat.
Konselor juga perlu membangun
kehidupan emosional yang sehat. Artinya, konselor mempunyai relasi yang
baik dengan orang lain, konselor belajar untuk menyelesaikan masalah-masalah
konselor sendiri. Kalau emosi konselor tidak sehat, bisa-bisa klien jadi
sasaran.
c. Menampilkan
kepribadian dan perilaku dengan merespon empati secara tepat
Empati adalah kemampuan sesorang untuk
merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan dialami oleh orang lain dan
mengkomunikasikan persepsinya. Orang yang memiliki tingkat empati tinggi akan
menampakkan sifat bantuannya yang nyata dan berarti dalam hubungannya dengan
orang lain, sementara mereka yang rendah tingkat empatinya menunjukkan sifat
yang secara nyata dan berarti merusak hubungan antarpribadi.
6.
Konselor yang memiliki kesadaran terhadap
komitmen profesional antara lain memiliki kemampuan :
a. Dapat
menjelaskan dan mengelola kekuatan dan keterbatasan pribadi dan professional
Seorang konselor pada dasarnya sama
seperti manusia pada umumnya. Yang membedakan seorang konselor dengan manusia
yang pada umumnya adlah profesi yang digelutinya. Profesi yang digeluti adalah
konseling yang bertrayek pada area konseling. Meskipun seorang konselor
memiliki keahlian yang lebih diantaranya manusia yang lainnya, namun konselor
juga manusia biasa yang memiliki kekurangan-kekurangan ynag wajar. Dengan
mengetahui apa yang menjadi keterbatasan dan kekurangan diri konselor, maka
hendaknya ia termotivasi untuk lebih meningkatkan dan mengelola kekuatan atau
kelebihan yang dimilikinya secara maksimal demi keprofesionalitas dalam
menjalankan tugasnya sebagai konselor.
b. Dapat
menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kewenangan
profesional konselor
Konselor yang profesional selayaknya
mampu mematuhi komitmen profesional yang ia miliki. Dengan komitmen tersebut,
menunjukkan bahwa ia akan melaksanakan tugasnya sebagai konselor semampu yang
ia bisa lakukan dan sesuai dengan kewenangan yang ia miliki sebagai konselor
yang profesional. Apabila ia melaksanakan konseling dengan konseli yang diluar
kewenangannya, maka ia sudah melanggar kode etik konselor dan sudah bersikap
tidak profesional. Oleh sebab itu, seorang konselor harus berhati-hati dalam
menjalankan tugasnya, jangan samapi terlewat batas-batas yang sudah ditetapkan.
c. Berupaya
meningkatkan kopetensi akademik dan profesional diri
Atas dasar konteks tugas dan ekspektasi
kinerja konselor dimaksud, sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi
akademik dan kompetensi profesional sebagai satu keutuhan.
Kompetensi akademik merupakan landasan
ilmiah (scientific basic) dan kiat (arts) pelaksanaan layanan profesional
bimbingan dan konseling. Landasan ilmiah inilah yang merupakan khasanah
pengetahuan dan keterampilan yang digunakan oleh konselor (enabling
competencies) untuk mengenal secara mendalam dari berbagai segi
kepribadian konseli yang dilayani, seperti dari sudut pandang filosofis,
pedagogis, psikologis, antropologis, dan sosiologis.
7.
Komitmen profesional konselor terhadap
komitmen etika profesional antara lain meiliki kemampuan:
a. Melaksanakan
referal sesuai dengan keperluan
Konselor yang tidak mampu
menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas
suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada
pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari
orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing
dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
Konselor wajib mengakhiri hubungan konseling dengan klien bila dia menyadari
tidak dapat memberikan bantuan pada klien. Bila pengiriman ke ahli disetujui
klien, maka menjadi tanggung jawab konselor menyarankan kepada klien dengan
bantuan konselor untuk berkonsultasi kepada orang atau badan yang punya
keahlian yang relevan. Bila Konselor berpendapat bahwa klien perlu dikirm ke
ahli lain, namun klien menolak pergi melakukannya, maka konselor
mempertimbangkan apa baik dan buruknya.
b. Mendahulukan
kepentingan konseli daripada kepentingan pribadi konselor
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling,
seorang konselor harus berdikap profesional dalam pekerjaannya. Sikap profesional
ini diantaranya ditandai dengan mendahulukan kepentingan pribadi konseli.
Apabila konselor mendahulukan kepentingan pribadinya dibanding kepentingan
konseli, maka ia dianggap gagal menjalankan tugasnya sebagai seorang konselor,
karena ia telah melanggar salah satu aturan yang terpenting dalam etika
konseling.
c. Menjaga
kerahasiaan konseli
Konseli menuntut dirahasiakanya segenap
data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan,
yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh
orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan
menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar
terjamin.
2.3
Nilai-Nilai Pribadi Klien
Adapun nilai-nilai pribadi klien sebagai
berikut :
1)
Diri sebagai dilihat oleh diri sendiri, dapat
diwujudkan dalam pernyataan berikut :
“
Saya baik hati”
“
Saya hangat dan bersahabat”
“Saya
agresif”
“
Saya tidak cermat”
2)
Diri sebagai dilihat oleh orang lain “
Beginilah saya kira orang lain memandang saya”, dapat diwujudkan dalam
pernyataan berikut :
“
anda memandang saya sebagai bersifat bersahabat”
“Kakak
memandang saya sebagai percaya diri”
“Teman-teman
menganggap saya menarik”
3)
Diri-idaman, mengacu pada “tipe orang yang
saya kehendaki tentang diri saya”. Aspires-aspirasi, tujuan-tujuan, dan
angan-angan, semuanya tercermin melalui diri-idaman, dapat diwujudkan dalam
pernyataan berikut :
“Saya
pantasnya seorag guru”
“Saya
seperti orang tua yang baik”
“Saya ini sepertinya
akan menjadi orang yang baik”
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa untuk menjadi seorang konselor yang baik harus mempunyai nilai-nilai
pribadi. Selaku konselor profesional harus memiliki kesadaran dalam
melakuka pekerjaan dengan menampilkan keutuhan pribadi seorang konselor
.Seorang konselor dalam menjalankan tugasnya harus dalam keadaan sadar dan
menampilkan kepribadian yang sesuai dengan keprofesonalitasnya. Dan sebagai
klien harus mempunyai nilai-nilai pribadi baik saat dia menilai dirinya
sendiri, orang lain dan diri idaman.
3.2
Kritik Dan Saran
Kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen
pembimbing dan teman-teman atas penulisan makalah ini. Karena kritik dan saran
dari dosen pembimbing dan teman-teman akan sangat membantu dan memberi kami
motivasi dalam penulisan makalah selanjutnya.
No comments:
Post a Comment