BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai
peranan yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu,
tingkat pendidikan seseorang mempunyai korelasi yang tinggi dengan kedudukan
sosialnya. Sebagaimana pernyataan Nasution dalam bukunya Sosiologi Pendidikan
menyatakan bahwa:
“Dalam
berbagai studi, tingkat pendidikan tertinggi yang diperoleh seseorang digunakan
sebagai indeks kedudukan sosialnya. Menurut penelitian memang terdapat korelasi
yang tinggi antara kedudukan sosial seseorang dengan tingkat pendidikan yang
telah ditempuhnya”.
Pendidikan
dalam hal ini memiliki peranan yang strategis dalam membentuk stratifikasi
sosial. Sehingga banyak sekali orangtua/wali yang ingin menyekolahkan
anak-anaknya sampai kejenjang yang setinggi mungkin, tanpa melihat bagaimana
keaadaan ekonominya saat ini. Karena dianggapnya dengan semakin tingginya
tingkat pendidikan yang ditempuh anak-anaknya, maka makin besarlah
kesempatannya untuk mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan tinggi untuk
mendapat kedudukan yang baik dan dengan demikian masuk golongan sosial menengah
atas.
Tingkat
pendidikan yang seharusnya mampu mengangkat
kedudukan sosial seseorang kini hampir tidak ada pengaruhnya dalam
mobilitas sosial. Ijazah SMA kini tidak ada artinya untuk mencari kedudukan
yang tinggi, bahkan perguruan tinggi yang dianggap suatu syarat mobilitas
sosial tidak mampu menjanjikan lulusannya untuk memperoleh kedudukan
sosial yang baik, tetapi justru kini sudah bertambah sulit untuk memperoleh
kedudukan yang empuk dimasyarakat. Indikasinya, semakin banyaknya lulusan
perguruan tinggi yang kesulitan mengamalkan keilmuan yang diperolehnya dari
bangku kuliah sehingga jumlah penyandang status sarjana pengangguran semakin
naik dari tahun ke tahun. Karena hampir di semua kampus di Indonesia melakukan
praktik bonsai pada ranah kemampuan intelektualnya, mahasiswa dituntut untuk
lulus cepat, minimal tiga tahun dan maksimal empat tahun. Kampus tidak
mau tahu, apakah kemampuan intelektual mahasiswanya sudah mumpuni atau belum,
sudah siap dilepas ke tengah masyarakat atau belum, sudah cukup bekal untuk
membangun bangsa dan negaranya atau belum.
Banyak
sekali sarjana yang hanya bermodalkan ijazah dan transkip nilai yang berharap
bisa mengangkat kedudukan sosialnya. Jadi, apakah selalu benar pendidikan dapat
menjadi alat mobilitas sosial. Berikut ini akan kami bahas mengenai pendidikan
dan stratifikasi sosial.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. Bagaimanakah peran pendidikan dalam
stratifikasi sosial itu?
2. Apasajakah sebab-sebab terjadinya
stratifikasi sosial itu?
3. Bagaimanakah cara menentukan stratifikasi
sosial itu?
1.3 Tujuan penulisan
Adapun
tujuan penulisan pada makalah ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui peran pendidikan dalam stratifikasi sosial.
2.
Untuk
mengetahui sebab-sebab terjadinya stratifikasi sosial.
3.
Untuk
mengetahui cara menentukan stratifikasi sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendidikan
Menurut
kamus Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat
imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara
atau perbuatan mendidik.
Konsep
pendidikan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pada Bab I Pasal 1 Ayat 1, pendidikan didefinisikan
sebagai:
“Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Pendidikan
merupakan suatu kegiatan yang harus direncanakan dengan penuh kesadaran.
Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Prayitno menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu:
“Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya.”
Beberapa pengertian pendidikan di atas membuat penulis menyimpulkan
bahwa Pendidikan adalah Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang
dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar
anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang
lain.
2.2 Pengertian Stratifikasi Sosial
Ada beberapa
definisi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam mendefisinikan stratifikasi
sosial (Social Stratification), yaitu:
“1), Menurut
Mosaca: Stratifikasi sosial adalah Pembedaan anggota masyarakat berdasarkan
status yang dimilikinya; 2), Menurut Max Weber : Stratifikasi sosial merupakan
penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu system social tertentu atas
lapisan-lapisan hirarki menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise.”
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas, dapat kami simpulkan bahwa stratifikasi sosial
adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya perbedaan dan/atau pengelompokan suatu
kelompok sosial (komunitas) secara bertingkat. Misalnya dalam komunitas
tersebut terdapat strata tinggi, strata sedang, dan strata rendah.
Masyarakat
menggolongkan masing-masing orang dalam berbagai kategori, dari lapisan yang
paling atas sampai yang paling bawah, saat itulah stratifikasi sosial
terjadi. Namun ada masyarakat yang melakukan penggolongan sosial dengan
cukup ketat, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nasution bahwa:
“Ada masyarakat yang mempunyai pola
stratifikasi yang sangat ketat seperti, seseorang yang lahir dalam golongan
bawah tidak mungkin meningkat kegolongan yang lebih tinggi. Keanggotaannya
dalam suatu kategori tersebutlah yang menentukan tinggi pendidikan
yang dapat ditempuhnya, jabatan yang dapat didudukinya, orang yang dapat dinikahinya,
dan sebagainya. Golongan yang seperti ini biasa disebut istilah kasta.”
Beberapa
masyarakat juga melakukan penggolongan sosial dengan cara yang tidak seketat
seperti yang disebutkan di atas, tetapi bersifat fleksibel dengan batas-batas
yang agak kabur dan senantiasa dapat mengalami perubahan. Dalam masyarakat yang
demikian anak seorang presiden sekalipun dapat menikahi putri dari keturunan
golongan sosial rendah.
Penggolongan
sosial di atas terjadi karena adanya sifat sistem pelapisan di masyarakat.
Menurut Sarjono Soekanto, pelapisan di masyarakat dapat bersifat tertutup
(closed social certification) dan terbuka (open social Stratification), hal ini
dapat dijelaskan bahwa :
“1, sistem
tertutup, dimana membatasi kemungkinan berpindah seorang dari suatu lapisan
kelapisan lain, baik berupa gerak keatas maupun gerak kebawah. Didalam system
yang demikian, satu-satunya jalan menjadi anggota suatu lapisan dalam
masyarakat adalah kelahiran. Contoh: masyarakat dengan system stratifikasi
social tertutup ini adalah masyarakat berkasta, sebagian masyarakat feodal atau
masyarakat yang dasar stratifikasinya tergantung pada perbedaan rasial. 2,
system terbuka yang mana masyarakat didalamnya memiliki kesempatan untuk
berusaha degan kecakapan sendiri untuk naik lapisan. Atau bagi mereka yang
tidak beruntung, untuk jatuh dari lapisan atas kelapisan bawah, kemungkinan
terjadinya mobilitas social sangat besar.”
Suatu
masyarakat dinamakan tertutup mana kala setiap anggota masyarakat tetap pada
status yang sama dengan orang tuanya. Sedangkan dinamakan terbuka,
karena setiap anggota masyarakat menduduki status berbeda dengan orang tuanya,
dimana bias lebih tinggi atau lebih rendah. Mobilita sosial yang disebut tadi,
berarti berpindah status dalam stratiifikasi social. Berbagai faktor yang
menyebabkan perpindahan status, antara lain pendidikan dan pekerjaan.
2.3 Peran Pendidikan Dalam Stratifikasi
Sosial
Pendidikan
telah menjadi sektor yang strategis dalam program pembangunan suatu bangsa.
Sebagaimana pernyataan Yuliana bahwa:
“Banyak Negara telah menjadikan sektor
pendidikan sebagai leading sector yaitu sektor utama atau unggulan
dalam program pembangunan. Ternyata Negara yang menjadikan pendidikan
sebagai leading sector, telah menjadi Negara maju dan telah menguasai pasar
dunia. Jepang menjadi Negara maju karena pendidikan menjadi perhatian utama
dalam kebijakan pembangunan di Negara tersebut.”
Pendidikan
dipandang sebagai jalan untuk mencapai kedudukan yang lebih baik didalam
masyarakat. Makin tinggi pendidikan yang diperoleh makin besar harapan untuk
mencapai tujuan itu. Dengan demikian terbuka kesempatan untuk
meningkat kegolongan yang lebih tinggi. Dapat dikatakan bahwa penndidikan
merupakan suatu jalan untuk menuju mobilitas sosial.
Mobilitas
sosial adalah sebuah gerakan masyarakat dalam kegiatan menuju perubahan yang
lebih baik. Horton dan Chester dalam Idi mengatakan bahwa: “Mobilitas
sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial
lainnya.”
Jadi yang
dikatakan mobilitas sosial adalah perubahan, pergeseran, peningkatan, ataupun
penurunan status dan peran anggotanya. Proses keberhasilan ataupun kegagalan
setiap orang dalam melakukan gerak sosial seperti inilah yang dikatakan
mobilitas sosial.
2.3.1 Pendidikan sebagai Mobilitas Sosial
Asumsi dalam
mobilitas sosial tentang bertambah tingginya taraf pendidikan maka semakin
besar kemungkinan mobilitas bagi anak-anak golongan rendah dan menengah.
Pendidikan tinggi saat ini masih sangat selektif, dengan menggunakan komputer
untuk menilai tes seleksi menjadi obyektif artinya tidak lagi dipengaruhi
kedudukan orang tua atau orang yang memberikan rekomendasi. Cara itu membuka
kesempatan yang lebih luas bagi anak-anak golongan rendah dan menengah untuk
memasuki perguruan tinggi atas dasar prestasinya dalam tes masuk itu. Meskipun
tidak semua orang tua mampu membiayai studi anaknya di perguruan tinggi karena
biaya yang cukup mahal, menjadi suatu hambatan bagi golongan rendah
untuk menyekolahkan anaknya pada tingkat universitas.
Cukup banyak
contoh-contoh yang dapat kita lihat disekitar kita tentang orang yang meningkat
dalam status sosialnya berkat pendidikan yang diperolehnya. Hal senada juga
dibenarkan oleh Nasution bahwa:
“Pada zaman
dahulu orang yang menyelesaikan pendidikannya pada HIS, yaitu SD pada zaman
Belanda mempunyai harapan menjadi pegawai dan mendapat kedudukan
sosial yang terhormat. Apalagi kalau ia lulus MULO, AMS atau Perguruan Tinggi maka
makin besarlah kesempatannya untuk mendapat kedudukan yang baik dan dengan
demikian masuk golongan sosial menengah atas”
Menurut
beliau juga, pada sekarang ini asumsi tersebut tidak selalu benar, beliau
menyatakan bahwa: “pendidikan tidak akan menjadi alat mobilitas sosial
bagi golongan rendah dan menengah apabila tingkat pendidikannya hanya sampai
taraf menengah. Jadi walaupun kewajiban belajar ditingkatkan sampai
SLTA masih menjadi pertanyaan apakah mobilitas sosial dengan
sendirinya akan meningkat.”
Pendidikan
SMA-pun saat ini apalagi SD hampir tidak ada pengaruhnya dalam mobilitas
sosial, ijazah SMA tidak ada artinya lagi dalam mencari kedudukan yang tinggi
ataupun menaikkan seseorang kegolongan sosial yang lebih tinggi. Bahkan
pendidikan tinggi yang dianggap sebagai suatu syarat bagi Mobilitas Sosial.
Bagi lulusan perguruan tinggi pun sekarang sudah semakin sulit untuk memperoleh
kedudukan yang baik.
2.3.2 Golongan Sosial Mempengaruhi Jenis
Pendidikan
Pembedaan-pembedaan
berdasarkan golongan di negara demokrasi adalah “haram” apabila
terjadi. Namun dalam kenyataannya menurut Nasution bahwasanya:
“Adanya
pembedaan sosial itu tidak dapat disangkal. Ini dapat dilihat dari sikap rakyat
terhadap pembesar atau dari simbol-simbol status seperti mobil mewah dan
sebagainya.”
Jenis
pendidikan merupakan sebuah prioritas, orangtua yang mengetahui batas kemampuan
keuangannya akan cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya. Sebaliknya
anak-anak orang kaya tidak tertarik dengan sekolah kejuruan. Oleh karena itu
dapat diduga bahwa sekolah kejuruan akan lebih banyak memiliki murid dari
golongan rendah daripada yang berasal dari golongan atas. Walaupun sekolah
kejuruan memberi jaminan yang lebih baik untuk langsung bekerja daripada yang
lulus sekolah menengah umum, tapi tetap saja murid-murid cenderung memilih
sekolah menengah umum.
Demikian
juga dengan perguruan tinggi, mata kuliah atau bidang studi yang berkaitan
mempunyai status yang lebih tinggi. Misalnya matematika dan fisika dipandang
lebih tinggi daripada BK atau Tata Buku. Sikap tersebut muncul bukan hanya pada
siswa tapi juga di kalangan guru dan orangtua yang dengan sengaja atau tak
sengaja menyampaikan sikap itu kepada anak-anaknya.
Seperti yang
telah diketahui bahwasannya pendidikan tidak terlepas dari masyarakat maka dari
itu sekolah sendiri tidak mampu meniadakan batas-batas tingkatan sosial itu.
Akhirnya banyak sekolah yang memberikan pendidikan sesuai golongan-golongannya
bahkan membedakan kurikulumnya.
2.4 Sebab-Sebab Terjadinya Stratifikasi
Sosial
Setiap
masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa berupa kepandaian, kekayaan,
kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan sebagainya. Selama
manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut,
pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak
kepemilikan, kecakapan seseorang terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi
kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit
atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan
lapisan yang rendah.
Seseorang
yang mempunyai tugas sebagai pejabat atau ketua atau pemimpin pasti
menempati lapisan yang tinggi daripada sebagai anggota masyarakat yang tidak
mempunyai tugas apapun. Karena penghargaan terhadap jasa atau pengabdiannya
seseorang bisa pula ditempatkan pada posisi yang tinggi, misalnya pahlawan,
pelopor, penemu, dan sebagainya. Dapat juga karena keahlian dan ketrampilan
seseorang dalam pekerjaan tertentu dia menduduki posisi tinggi jika
dibandingkan dengan pekerja yang tidak mempunyai ketrampilan apapun.
Stratifikasi sosial terjadi melalui proses sebagai berikut :
“1,
Terjadinya secara otomatis, karena faktor-faktor yang dibawa individu sejak
lahir. Misalnya : Kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian
keanggotaan seseorang dalam masyarakat. 2, Terjadinya
dengan sengaja, untuk tujuan bersama dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan
wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal, Seperti Pemerintah,
Partai politik, Perusahaan, Perkumpulan, Angkatan Bersenjata.”
Stratifikasi
sosial biasanya dilatarbelakangi oleh Perbedaan ras dan budaya, pembagian
tugas/kerja yang terspesialisasi, kelangkaan sumber daya maupun kekuasaan.
Sedangkan
ukuran atau kriteria yang dominan sebagai dasar pembentukan stratifikasi sosial
adalah sebagai berikut:
“1, Ukuran
kekayaan, Kekayaan dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke
dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling
banyak maka ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial,
demikian pula sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai kekayaan akan
digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. 2, Ukuran kekuasaan dan wewenang,
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati
lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang
bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab
orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang
tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan
kekayaan. 3, Ukuran kehormatan, Kehormatan dapat terlepas dari
ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati
akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran
kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka
sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para
orang tua ataupun orang-orang yang berperilaku dan berbudi luhur. 4,
Ukuran ilmu pengetahuan, Ilmu pengetahuan sering dipakai oleh masyarakat yang
menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan
akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial dimasyarakatnya.
Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik,
profesi yang disandang oleh seseorang misalnya dokter, insinyur, doktor ataupun
profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika
gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang
dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak
benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli
skripsi, membuat ijazah palsu dan seterusnya.”
Kriteria
atau ukuran di atas umumnya digunakan untuk mengelompokkan para anggota
masyarakat ke dalam suatu lapisan tertentu. Misalnya, dalam dunia akademik
orang akan cenderung menggunakan tingkat pendidikan untuk menentukan statusnya.
2.5 Cara Menentukan Golongan Sosial
Konsep
tentang penggolongan sosial bergantung pada cara seorang menentukan golongan
sosial itu. Adanya golongan sosial timbul karena adanya perbedaan status
dikalangan anggota masyarakat.
Adapun
Macam-Macam Status Sosial adalah sebagai berikut:
“1, Ascribed,
Ascribed status adalah tipe status yang diperoleh seseorang secara
alamiahseperti jenis kelamin, ras, kasta, golongan, keturunan, suku, usia, dan
lain sebagainya. 2,Achieved, Achieved status adalah status sosial yang
didapat sesorang karena kerja keras dan usaha yang dilakukannya. Contoh
achieved status yaitu seperti peternak kambing yang bisa menjadi sukses
karena keuletan dan kegigihannya sehingga bisa mengangkat derajat
kehidupannya, harta kekayaan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dll.
3, Assigned, Assigned status adalah status sosial yang diperoleh
seseorang di dalam lingkungan masyarakat yang bukan didapat sejak lahir tetapi
diberikan karena usaha dan kepercayaan masyarakat. Contohnya seperti seseorang
yang dijadikan kepala suku, ketua adat, sesepuh, dan sebagainya.”
Status
sosial yang di atas, berarti berpindah status dalam stratiifikasi sosial yang
disebabkan oleh berbagai faktor disetiap jenis status sosialnya.
Sedangkan
untuk menentukan stratifikasi sosial dapat diikuti tiga metode berikut ini,
yaitu :
“1, Metode
obyetif yaitu stratifikasi yang ditentukan berdasarkan
kriteria obyektif antara lain : jumlah pendapatan, lama
atau tinggi pendidikan, jenis pekerjaan.[17] Menurut suatu penelitian di amerika
Serikat pada tahun 1954, bahwa dokter menempati kedudukan yang sangat tinggi
sama dengan gubernur Negara bagian. Juga professor tinggi kedudukannya sama
dengan ilmuwan, anggota kongres, Dewan Perwakilan Rakyat. Guru sekolah
menduduki tempat yang lebih rendah dari kapten tentara, pemain orkes
atau kontraktor, akan tetapi lebih tinggi dari penyiar radio, masinis, polisi.
Yang paling rendah kedudukannya adalah tukang semir sepatu. 2, Metode Subyektif
yaitu dimana dengan menggunakan metode ini kelompok/golongan social
dirumuskan berdasarkan pandangan menurut anggota masyarakat menilai dirinya
dalam hirarki kedudukan dalama masyarakat itu. Kepada mereka diajukan
pertanyaan : “menurut pendapat saudara termasuk golongan manakah saudara
dinegara ini, golongan atas, golongan menengah, atau golongan rendah? 3, Metode
Reputasi, metode ini dikembagkan oleh Lloyd Warner cs. Dalam metode ini
golongan social dirumuskan menurut bagaimana anggota masyarakat menempatkan
masing-masing stratifikasi masyarakat itu. Kesulitan penggolongan objektif dan
subyektif ialah bahwa penggolongan itu sering tidak sesuai dengan tanggapan
orang dalam lingkungan sehari-hari yang nyata tentang golongan social
masing-masing. Oleh sebab itu Warner mengikuti suatu cara yang realistis yakni
memberikan kesempatan kepada orang dalam masyarakat itu sendiri
menentukan golongan-golongan mana yang terdapat pada masyarakat itu
lalu mengidentifikasi anggota masing-masing golongan itu.”
Stratifikasi
sosial dapat ditentukan dari tiga metode diatas, namun yang paling mudah di
identifikasi di dalam struktur sosial adalah didasarkan pada besar kecilnya
penghasilan dan kepemilikan benda-benda materi yang sering disebut harta benda.
Indikator antara kaya dan miskin juga mudah sekali di identifikasi, yaitu melalui
pemilikan sarana hidup.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Peran
Pendidikan Dalam Stratifikasi Sosial
a. Pendidikan
sebagai mobilitas sosial
b. Jenis
pendidikan mempengaruhi golongan social
2.
Sebab-Sebab Terjadinya Stratifikasi Sosial
a. Perbedaan
ras dan budaya
b. pembagian
tugas/kerja yang terspesialisasi
c. kelangkaan
sumber daya maupun kekuasaan
3. Cara
Menentukan Stratifikasi Sosial
a. Menggunakan
Metode obyetif
b. Menggunakan
Metode Subyektif
c. Menggunakan
Metode Reputasi
No comments:
Post a Comment