Saturday, 31 March 2018

KATEGORI SOSIAL DALAM PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, tingkat pendidikan seseorang mempunyai korelasi yang tinggi dengan kedudukan sosialnya. Sebagaimana pernyataan Nasution dalam bukunya Sosiologi Pendidikan menyatakan bahwa:
“Dalam berbagai studi, tingkat pendidikan tertinggi yang diperoleh seseorang digunakan sebagai indeks kedudukan sosialnya. Menurut penelitian memang terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial seseorang dengan tingkat pendidikan yang telah ditempuhnya”.
Pendidikan dalam hal ini memiliki peranan yang strategis dalam membentuk stratifikasi sosial. Sehingga banyak sekali orangtua/wali yang ingin menyekolahkan anak-anaknya sampai kejenjang yang setinggi mungkin, tanpa melihat bagaimana keaadaan ekonominya saat ini. Karena dianggapnya dengan semakin tingginya tingkat pendidikan yang ditempuh anak-anaknya, maka makin besarlah kesempatannya untuk mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan tinggi untuk mendapat kedudukan yang baik dan dengan demikian masuk golongan sosial menengah atas.
Tingkat pendidikan yang seharusnya mampu mengangkat kedudukan sosial seseorang kini hampir tidak ada pengaruhnya dalam mobilitas sosial. Ijazah SMA kini tidak ada artinya untuk mencari kedudukan yang tinggi, bahkan perguruan tinggi yang dianggap suatu syarat mobilitas sosial tidak mampu menjanjikan lulusannya untuk memperoleh  kedudukan sosial yang baik, tetapi justru kini sudah bertambah sulit untuk memperoleh kedudukan yang empuk dimasyarakat. Indikasinya, semakin banyaknya lulusan perguruan tinggi yang kesulitan mengamalkan keilmuan yang diperolehnya dari bangku kuliah sehingga jumlah penyandang status sarjana pengangguran semakin naik dari tahun ke tahun. Karena hampir di semua kampus di Indonesia melakukan praktik bonsai pada ranah kemampuan intelektualnya, mahasiswa dituntut untuk lulus cepat, minimal tiga tahun dan maksimal empat tahun.  Kampus tidak mau tahu, apakah kemampuan intelektual mahasiswanya sudah mumpuni atau belum, sudah siap dilepas ke tengah masyarakat atau belum, sudah cukup bekal untuk membangun bangsa dan negaranya atau belum.
Banyak sekali sarjana yang hanya bermodalkan ijazah dan transkip nilai yang berharap bisa mengangkat kedudukan sosialnya. Jadi, apakah selalu benar pendidikan dapat menjadi alat mobilitas sosial. Berikut ini akan kami bahas mengenai pendidikan dan stratifikasi sosial.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1.    Bagaimanakah peran pendidikan dalam stratifikasi sosial itu?
2.    Apasajakah sebab-sebab terjadinya stratifikasi sosial itu?
3.    Bagaimanakah cara menentukan stratifikasi sosial itu?

1.3 Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan pada makalah ini adalah:
1.         Untuk mengetahui peran pendidikan dalam stratifikasi sosial.
2.         Untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya stratifikasi sosial.
3.         Untuk mengetahui cara menentukan stratifikasi sosial.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendidikan
Menurut kamus Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik.
Konsep pendidikan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pada Bab I Pasal 1 Ayat 1, pendidikan didefinisikan sebagai:
“Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang harus direncanakan dengan penuh kesadaran. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Prayitno menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: 
“Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.”
Beberapa pengertian pendidikan di atas membuat penulis menyimpulkan bahwa Pendidikan adalah Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.


2.2 Pengertian Stratifikasi Sosial
Ada beberapa definisi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam mendefisinikan stratifikasi sosial (Social Stratification), yaitu:
“1), Menurut Mosaca: Stratifikasi sosial adalah Pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status yang dimilikinya; 2), Menurut Max Weber : Stratifikasi sosial merupakan penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu system social tertentu atas lapisan-lapisan hirarki menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise.”
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat kami simpulkan bahwa stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya perbedaan dan/atau pengelompokan suatu kelompok sosial (komunitas) secara bertingkat. Misalnya dalam komunitas tersebut terdapat strata tinggi, strata sedang, dan strata rendah.
Masyarakat menggolongkan masing-masing orang dalam berbagai kategori, dari lapisan yang paling atas sampai yang paling bawah, saat itulah stratifikasi sosial terjadi. Namun ada masyarakat yang melakukan penggolongan sosial dengan cukup ketat, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nasution bahwa:
“Ada masyarakat yang mempunyai pola stratifikasi yang sangat ketat seperti, seseorang yang lahir dalam golongan bawah tidak mungkin meningkat kegolongan yang lebih tinggi. Keanggotaannya dalam suatu kategori tersebutlah yang menentukan  tinggi pendidikan yang dapat ditempuhnya, jabatan yang dapat didudukinya, orang yang dapat dinikahinya, dan sebagainya. Golongan yang seperti ini biasa disebut istilah kasta.”
Beberapa masyarakat juga melakukan penggolongan sosial dengan cara yang tidak seketat seperti yang disebutkan di atas, tetapi bersifat fleksibel dengan batas-batas yang agak kabur dan senantiasa dapat mengalami perubahan. Dalam masyarakat yang demikian anak seorang presiden sekalipun dapat menikahi putri dari keturunan golongan sosial rendah.
Penggolongan sosial di atas terjadi karena adanya sifat sistem pelapisan di masyarakat. Menurut Sarjono Soekanto, pelapisan di masyarakat dapat bersifat tertutup (closed social certification) dan terbuka (open social Stratification), hal ini dapat dijelaskan bahwa :
“1, sistem tertutup, dimana membatasi kemungkinan berpindah seorang dari suatu lapisan kelapisan lain, baik berupa gerak keatas maupun gerak kebawah. Didalam system yang demikian, satu-satunya jalan menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran. Contoh: masyarakat dengan system stratifikasi social tertutup ini adalah masyarakat berkasta, sebagian masyarakat feodal atau masyarakat yang dasar stratifikasinya tergantung pada perbedaan rasial. 2, system terbuka yang mana masyarakat didalamnya memiliki kesempatan untuk berusaha degan kecakapan sendiri untuk naik lapisan. Atau bagi mereka yang tidak beruntung, untuk jatuh dari lapisan atas kelapisan bawah, kemungkinan terjadinya mobilitas social sangat besar.”

Suatu masyarakat dinamakan tertutup mana kala setiap anggota masyarakat tetap pada status yang sama dengan orang tuanya. Sedangkan  dinamakan terbuka, karena setiap anggota masyarakat menduduki status berbeda dengan orang tuanya, dimana bias lebih tinggi atau lebih rendah. Mobilita sosial yang disebut tadi, berarti berpindah status dalam stratiifikasi social. Berbagai faktor yang menyebabkan perpindahan status, antara lain pendidikan dan pekerjaan.

2.3 Peran Pendidikan Dalam Stratifikasi Sosial
Pendidikan telah menjadi sektor yang strategis dalam program pembangunan suatu bangsa. Sebagaimana pernyataan Yuliana bahwa:
“Banyak Negara telah menjadikan sektor pendidikan sebagai leading sector yaitu sektor utama atau unggulan dalam program pembangunan. Ternyata Negara yang menjadikan pendidikan sebagai leading sector, telah menjadi Negara maju dan telah menguasai pasar dunia. Jepang menjadi Negara maju karena pendidikan menjadi perhatian utama dalam kebijakan pembangunan di Negara tersebut.”
Pendidikan dipandang sebagai jalan untuk mencapai kedudukan yang lebih baik didalam masyarakat. Makin tinggi pendidikan yang diperoleh makin besar harapan untuk mencapai tujuan itu. Dengan demikian terbuka kesempatan  untuk meningkat kegolongan yang lebih tinggi. Dapat dikatakan bahwa penndidikan merupakan suatu jalan untuk menuju mobilitas sosial.
Mobilitas sosial adalah sebuah gerakan masyarakat dalam kegiatan menuju perubahan yang lebih baik. Horton dan Chester dalam Idi mengatakan bahwa: “Mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya.”
Jadi yang dikatakan mobilitas sosial adalah perubahan, pergeseran, peningkatan, ataupun penurunan status dan peran anggotanya. Proses keberhasilan ataupun kegagalan setiap orang dalam melakukan gerak sosial seperti inilah yang dikatakan mobilitas sosial.

2.3.1 Pendidikan sebagai Mobilitas Sosial
Asumsi dalam mobilitas sosial tentang bertambah tingginya taraf pendidikan maka semakin besar kemungkinan mobilitas bagi anak-anak golongan rendah dan menengah. Pendidikan tinggi saat ini masih sangat selektif, dengan menggunakan komputer untuk menilai tes seleksi menjadi obyektif artinya tidak lagi dipengaruhi kedudukan orang tua atau orang yang memberikan rekomendasi. Cara itu membuka kesempatan yang lebih luas bagi anak-anak golongan rendah dan menengah untuk memasuki perguruan tinggi atas dasar prestasinya dalam tes masuk itu. Meskipun tidak semua orang tua mampu membiayai studi anaknya di perguruan tinggi karena biaya  yang cukup mahal, menjadi suatu hambatan bagi golongan rendah untuk menyekolahkan anaknya pada tingkat universitas.
Cukup banyak contoh-contoh yang dapat kita lihat disekitar kita tentang orang yang meningkat dalam status sosialnya berkat pendidikan yang diperolehnya. Hal senada juga dibenarkan oleh Nasution bahwa: 
“Pada zaman dahulu orang yang menyelesaikan pendidikannya pada HIS, yaitu SD pada zaman Belanda mempunyai harapan menjadi  pegawai dan mendapat kedudukan sosial yang terhormat. Apalagi kalau ia lulus MULO, AMS atau Perguruan Tinggi maka makin besarlah kesempatannya untuk mendapat kedudukan yang baik dan dengan demikian masuk golongan sosial menengah atas”
Menurut beliau juga, pada sekarang ini asumsi tersebut tidak selalu benar, beliau menyatakan bahwa: “pendidikan tidak akan menjadi alat mobilitas sosial bagi golongan rendah dan menengah apabila tingkat pendidikannya hanya sampai taraf menengah. Jadi walaupun kewajiban belajar ditingkatkan sampai SLTA  masih menjadi pertanyaan apakah mobilitas sosial dengan sendirinya akan meningkat.”
Pendidikan SMA-pun saat ini apalagi SD hampir tidak ada pengaruhnya dalam mobilitas sosial, ijazah SMA tidak ada artinya lagi dalam mencari kedudukan yang tinggi ataupun menaikkan seseorang kegolongan sosial yang lebih tinggi. Bahkan pendidikan tinggi yang dianggap sebagai suatu syarat bagi Mobilitas Sosial. Bagi lulusan perguruan tinggi pun sekarang sudah semakin sulit untuk memperoleh kedudukan yang baik.

2.3.2 Golongan Sosial Mempengaruhi Jenis Pendidikan
Pembedaan-pembedaan berdasarkan golongan di negara demokrasi adalah “haram” apabila terjadi.  Namun dalam kenyataannya menurut Nasution bahwasanya:
“Adanya pembedaan sosial itu tidak dapat disangkal. Ini dapat dilihat dari sikap rakyat terhadap pembesar atau dari simbol-simbol status seperti mobil mewah dan sebagainya.”
Jenis pendidikan merupakan sebuah prioritas, orangtua yang mengetahui batas kemampuan keuangannya akan cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya. Sebaliknya anak-anak orang kaya tidak tertarik dengan sekolah kejuruan. Oleh karena itu dapat diduga bahwa sekolah kejuruan akan lebih banyak memiliki murid dari golongan rendah daripada yang berasal dari golongan atas. Walaupun sekolah kejuruan memberi jaminan yang lebih baik untuk langsung bekerja daripada yang lulus sekolah menengah umum, tapi tetap saja murid-murid cenderung memilih sekolah menengah umum.
Demikian juga dengan perguruan tinggi, mata kuliah atau bidang studi yang berkaitan mempunyai status yang lebih tinggi. Misalnya matematika dan fisika dipandang lebih tinggi daripada BK atau Tata Buku. Sikap tersebut muncul bukan hanya pada siswa tapi juga di kalangan guru dan orangtua yang dengan sengaja atau tak sengaja menyampaikan sikap itu kepada anak-anaknya.
Seperti yang telah diketahui bahwasannya pendidikan tidak terlepas dari masyarakat maka dari itu sekolah sendiri tidak mampu meniadakan batas-batas tingkatan sosial itu. Akhirnya banyak sekolah yang memberikan pendidikan sesuai golongan-golongannya bahkan membedakan kurikulumnya.
  
2.4 Sebab-Sebab Terjadinya Stratifikasi Sosial
Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan seseorang terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah.
Seseorang yang mempunyai tugas sebagai pejabat atau ketua atau pemimpin pasti menempati lapisan yang tinggi daripada sebagai anggota masyarakat yang tidak mempunyai tugas apapun. Karena penghargaan terhadap jasa atau pengabdiannya seseorang bisa pula ditempatkan pada posisi yang tinggi, misalnya pahlawan, pelopor, penemu, dan sebagainya. Dapat juga karena keahlian dan ketrampilan seseorang dalam pekerjaan tertentu dia menduduki posisi tinggi jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak mempunyai ketrampilan apapun. Stratifikasi sosial terjadi melalui proses sebagai berikut : 
“1, Terjadinya secara otomatis, karena faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya : Kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat.    2, Terjadinya dengan sengaja, untuk tujuan bersama dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal, Seperti Pemerintah, Partai politik, Perusahaan, Perkumpulan, Angkatan Bersenjata.”

Stratifikasi sosial biasanya dilatarbelakangi oleh Perbedaan ras dan budaya, pembagian tugas/kerja yang terspesialisasi, kelangkaan sumber daya maupun kekuasaan.
Sedangkan ukuran atau kriteria yang dominan sebagai dasar pembentukan stratifikasi sosial adalah sebagai berikut:
“1, Ukuran kekayaan, Kekayaan dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak maka ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. 2, Ukuran kekuasaan dan wewenang, Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan. 3, Ukuran kehormatan, Kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berperilaku dan berbudi luhur. 4, Ukuran ilmu pengetahuan, Ilmu pengetahuan sering dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial dimasyarakatnya. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik, profesi yang disandang oleh seseorang misalnya dokter, insinyur, doktor ataupun profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, membuat ijazah palsu dan seterusnya.”

Kriteria atau ukuran di atas umumnya digunakan untuk mengelompokkan para anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan tertentu. Misalnya, dalam dunia akademik orang akan cenderung menggunakan tingkat pendidikan untuk menentukan statusnya.

2.5 Cara Menentukan Golongan Sosial
Konsep tentang penggolongan sosial bergantung pada cara seorang menentukan golongan sosial itu. Adanya golongan sosial timbul karena adanya perbedaan status dikalangan anggota masyarakat.
Adapun Macam-Macam Status Sosial adalah sebagai berikut:
“1, Ascribed, Ascribed status adalah tipe status yang diperoleh seseorang secara alamiahseperti jenis kelamin, ras, kasta, golongan, keturunan, suku, usia, dan lain sebagainya. 2,Achieved, Achieved status adalah status sosial yang didapat sesorang karena kerja keras dan usaha yang dilakukannya. Contoh achieved status yaitu seperti peternak kambing yang bisa menjadi sukses karena keuletan dan kegigihannya sehingga bisa mengangkat derajat kehidupannya, harta kekayaan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dll. 3, Assigned, Assigned status adalah status sosial yang diperoleh seseorang di dalam lingkungan masyarakat yang bukan didapat sejak lahir tetapi diberikan karena usaha dan kepercayaan masyarakat. Contohnya seperti seseorang yang dijadikan kepala suku, ketua adat, sesepuh, dan sebagainya.”

Status sosial yang di atas, berarti berpindah status dalam stratiifikasi sosial yang disebabkan oleh berbagai faktor disetiap jenis status sosialnya.
Sedangkan untuk menentukan stratifikasi sosial dapat diikuti tiga metode berikut ini, yaitu :
“1, Metode obyetif yaitu stratifikasi yang ditentukan berdasarkan kriteria  obyektif  antara lain : jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan, jenis pekerjaan.[17] Menurut suatu penelitian di amerika Serikat pada tahun 1954, bahwa dokter menempati kedudukan yang sangat tinggi sama dengan gubernur Negara bagian. Juga professor tinggi kedudukannya sama dengan ilmuwan, anggota kongres, Dewan Perwakilan Rakyat. Guru sekolah menduduki tempat yang lebih rendah  dari kapten tentara, pemain orkes atau kontraktor, akan tetapi lebih tinggi dari penyiar radio, masinis, polisi. Yang paling rendah kedudukannya adalah tukang semir sepatu. 2, Metode Subyektif yaitu  dimana dengan menggunakan metode ini kelompok/golongan social dirumuskan berdasarkan pandangan menurut anggota masyarakat menilai dirinya dalam hirarki kedudukan dalama masyarakat itu. Kepada mereka diajukan pertanyaan : “menurut pendapat saudara termasuk golongan manakah saudara dinegara ini, golongan atas, golongan menengah, atau golongan rendah? 3, Metode Reputasi, metode ini dikembagkan oleh Lloyd Warner cs. Dalam metode ini golongan social dirumuskan menurut bagaimana anggota masyarakat menempatkan masing-masing stratifikasi masyarakat itu. Kesulitan penggolongan objektif dan subyektif ialah bahwa penggolongan itu sering tidak sesuai dengan tanggapan orang dalam lingkungan sehari-hari yang nyata tentang golongan social masing-masing. Oleh sebab itu Warner mengikuti suatu cara yang realistis yakni memberikan kesempatan kepada orang dalam masyarakat itu sendiri menentukan  golongan-golongan mana yang terdapat pada masyarakat itu lalu mengidentifikasi anggota masing-masing golongan itu.”

Stratifikasi sosial dapat ditentukan dari tiga metode diatas, namun yang paling mudah di identifikasi di dalam struktur sosial adalah didasarkan pada besar kecilnya penghasilan dan kepemilikan benda-benda materi yang sering disebut harta benda. Indikator antara kaya dan miskin juga mudah sekali di identifikasi, yaitu melalui pemilikan sarana hidup.



 BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Peran Pendidikan Dalam Stratifikasi Sosial
a. Pendidikan sebagai mobilitas sosial
b. Jenis pendidikan mempengaruhi golongan social

2. Sebab-Sebab Terjadinya Stratifikasi Sosial
a. Perbedaan ras dan budaya
b. pembagian tugas/kerja yang terspesialisasi
c. kelangkaan sumber daya maupun kekuasaan

3. Cara Menentukan Stratifikasi Sosial
a. Menggunakan Metode obyetif
b. Menggunakan Metode Subyektif
c. Menggunakan Metode Reputasi


No comments:

Post a Comment