BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup
bersama dalam arti manusia hidup dalam interaksi dan interdepedensi sesamanya.
Manusia saling membutuhkan sesamanya baik jasmani maupun rohani. Dalam proses
interaksi inilah diperlukan nilai-nilai , norma, dan aturan-aturan, karena ia
menentukan batasan-batasan dari perilaku dalam kehidupan masyarakat. Jadi dalam
hubungan sosial dalam masyarakat itulah secara mutlak adanya nilai-nilai karena
tiada nilai-nilai tanpa adanya hubungan sosial. Aturan hidup tersebut tidak
selalu diwujudkan secara nyata, tetapi terdapat dorongan dalam diri manusia
untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu. Sifatnya abstrak namun dapat
dirasakan manfaatnya.
Dalam
masyarakat, sebagai suatu Gemeinschafts manusia hidup bersama. manusia
sebagai pribadi, dengan sifat-sifat individualitas yang unik bergaul satu sama
lain. Kadang-kadang saling mengerti, saling simpati, saling menghormati dan
mencintai. Tetapi adapula watak manusia adanya anti pati, salah paham,
membenci, mengkhianat dan sebagainya adalah bentuk-bentuk tingkah laku manusia
dalam hubungannya dengan nilai-nilai yang berlaku. Setiap hubungan antar
manusia selalu disertai dengan proses penilaian, baik aktif maupun pasif, baik
terhadap hubungan sesamanya maupun dengan lingkungan alam semesta. Proses
penilaian itu dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar. Realita yang demikian
merupakan kecenderungan dan kodrat manusia.
Manusia
dalam hubungannya dengan sesamanya dan dengan alam semesta tak mungkin
melakukan sikap netral atau apatis. Kecenderungan–kecenderungan untuk simpati,
anti pati ataupun netral itu sendiri merupakan suatu sikap. Dan setiap sikap
adalah konsekuensi dari pada suatu penilaian, apakah penilaian itu didasarkan
azas objektif rasional ataukah subjektif emosional. Di dalam garis penilaian
mulai dari pengertian, simpati, kagum, hormat, memuja, cinta, atau sebaliknya
salah paham, anti pati, jijik, menghinakan, membenci, bahkan netral sekalipun
adalah perwujudan dan pengejawantahan penilaian.
Dalam
makalah ini akan dibahas lebih detail masalah bagaimana sistem nilai
dalam kehidupan manusia atau bermasyarakat. Baik buruknya dalam kehidupan
manusia itu diciptakan oleh manusia itu sendiri (kelompok masyarakat).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan nilai kehidupan ?
2. Bagaimana
munculnya pengembangan bimbingan konseling nilai kehidupan ?
3. Bagaimana
hubungan pengembangan bimbingan konseling dalam
nilai kehidupan ?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui arti nilai kehidupan dalam bimbingan dan konseling.
2. Dapat
memahami tentang munculnya pengembangan bimbingan konseling nilai kehidupan.
3. Dapat
mengetahui hubungan pengembangan bimbingan konseling dalam nilai kehidupan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Nilai-nilai
Kehidupan
Setiap manusia hidup dalam suatu lingkaran
sistem tata nilai dalam masyarakat. Manusia memenuhi kebutuhan
masing-masing bersama-sama membentuk masyarakat. Individu dan masyarakat
saling membutuhkan. Namun keinginan masyarakat (atau kelompok yang mewakilinya)
tidak selalu sama dengan kebutuhan dan keinginan masing-masing individu. Bahkan
dapat terjadi adanya ketegangan atau pertentangan antara pribadi dengan
masyarakat.
2.1.1 Pengertian
Nilai-nilai atau peraturan-peraturan dalam
masyarakat berlaku dan disepakati bersama-sama dalam kehidupan, sehingga
Anda sering mendengar kata-kata “baik & tidak baik”, “boleh & tidak
boleh”, “sopan & tidak sopan”, “penting & tidak penting”, “tahu atauran
& tidak tahu aturan” dan sebagainya. Manusia tidak dapat hidup sendiri,
oleh karena itu sangat penting memahami nilai-nilai kelompok, masyarakat,
negara, dan pribadi sendiri.
Sedangkan yang dimaksud dengan nilai kehidupan, adalah segala nilai yang hidup dan mempengaruhi tindakan seseorang. Misalnya ketika terjadi penyerangan AS dan tentara sekutu terhadap negara Irak, Indonesia mengutuk agresi tersebut. Di sini nilai-nilai dasar “bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bengsa” mendasari tindakan bangsa Indonesia.
2.1.2 Kategori dan aspek nilai
Sedangkan yang dimaksud dengan nilai kehidupan, adalah segala nilai yang hidup dan mempengaruhi tindakan seseorang. Misalnya ketika terjadi penyerangan AS dan tentara sekutu terhadap negara Irak, Indonesia mengutuk agresi tersebut. Di sini nilai-nilai dasar “bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bengsa” mendasari tindakan bangsa Indonesia.
2.1.2 Kategori dan aspek nilai
Ketika seseorang memilih nilai kehidupannya,
ada tiga kategori yang harus ia tunjukkan, yang menyatakan bahwa ia mengadopsi
suatu nilai, yaitu: memilih, menghargai, dan bertindak. Ketiga kategori itu
bisa dikembangkan menjadi tujuh aspek nilai, yaitu sebagai berikut:
a.
Memilih dengan bebas. Nilai kehidupan
menuntut adanya kebebasan dari bentuk tekanan, tidak adanya paksaan dari
lingkungan hidup seseorang, berdasarkan pada keyakinan diri sendiri, dan
kerelaan untuk memilih nilai kehidupan.
b.
Memilih dengan bebas dari berbagai alternatif
nilai kehidupan. Ketika seseorang memilih untuk menganut suatu nilai, ia akan
dihadapkan pada lebih dari satu alternatif pilihan nilai kehidupan. Ia bebas
untuk memilih nilai kehidupan yang mana yang ia sukai.
c.
Memilih dengan bebas dari berbagai alternatif
dengan mempertimbangkan akibat dari masing-masing alternatif. Ketika seseorang
memilih untuk menganut suatu nilai, ia harus memperhitungkan resiko atau
konsekuensi atau akibat dari pemilihan nilai kehidupan itu, dan tahu yang akan
terjadi karena pilihannya itu.
d.
Setelah memilih suatu nilai kehidupan,
seseorang harus menghargai dan merasa senang dengan pilihannya itu. Nilai yang
ia pilih adalah sesuatu yang dipandang positif. Untuk itu, nilai itu harus
dihargai, dihormati, dan dipelihara. Nilai itu membuat orang yang memilihnya
merasa bahagia.
e.
Setelah memilih suatu nilai kehidupan,
seseorang hendaknya bersedia mengakui, menjunjung tinggi, dan menegaskan
pilihannya itu di depan masyarakat umum.
f.
Setelah memilih suatu nilai kehidupan,
seseorang seharusnya bertindak dan berperilaku sesuai dengan pilihan nilainya
itu. Nilai itu memberi arah pada kehidupannya. Bobot nilai itu dapat diukur
dengan banyaknya waktu, tenaga, dan harta yang dikorbankan demi nilai yang
diyakininya.
g.
Seseorang yang memilih suatu nilai kehidupan
akan bertindak sesuai dengan pilihannya itu sehingga nilai kehidupan tersebut
akan menjadi suatu pola kehidupan. Orang yang menghargai nilai kejujuran akan
selalu berusaha untuk jujur. Oleh karena itu, kejujuran akan menjadi kebiasaan
hidupnya.
2.2
Beberapa Contoh Nilai-Nilai Kehidupan
Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengenal
dan menganut berbagai macam nilai kehidupan. Di antara nilai-nilai kehidupan
itu bisa saja dianggap tidak penting bagi seseorang, tetapi bisa agak penting,
penting, atau sangat penting bagi orang lain. Semuanya tergantung pada pilihan
dan pertimbangan masing-masing pribadi, serta dipengaruhi oleh situasi dan
kondisi kehidupannya. Beberapa contoh nilai kehidupan itu antara lain sebagai
berikut:
a)
Nilai kekuasaan, seperti persepsi (pandangan)
terhadap keinginan untuk menundukkan atau mempengaruhi orang lain.
b)
Nilai cinta atau kasih sayang, seperti ikatan
batin, saling menghargai, saling setia, saling menghormati, saling membantu,
memikirkan kepentingan dan kebaikan orang lain.
c)
Nilai keindahan, seperti kemampuan untuk
menghargai dan menikmati hal-hal yang indah, serasi, dan bagus.
d)
Nilai keindahan fisik, seperti persepsi
terhadap keadaan tubuh yang dianggap ideal atau serasi.
e)
Nilai kesehatan, seperti keinginan untuk
memiliki keadaan tubuh yang jauh dari penyakit.
f)
Nilai keterampilan, seperti keinginan untuk
memiliki kemampuan untuk melakukan berbagai hal dengan tepat, mudah, dan cepat.
g)
Nilai rasa sejahtera dan aman, seperti
memiliki keinginan untuk bebas dari tekanan, kecemasan, dan konflik batin.
h)
Nilai pengetahuan, seperti tuntutan diri
terhadap informasi, kebenaran, hal-hal yang dapat memuaskan rasa ingin tahu,
atau memiliki kemampuan untuk mengetahui sesuatu yang diinginkan.
i)
Nilai moral, seperti keinginan untuk memiliki
pemikiran, keyakinan, dan tindakan yang sesuai dengan norma yang diterima oleh
masyarakat.
j)
Nilai keagamaan atau kepercayaan, yaitu iman
terhadap Tuhan, dan keinginan untuk dapat hidup sesuai dengan agama dan
kepercayaan.
k)
Nilai keadilan, seperti keinginan untuk
memiliki sikap adil, sifat tidak memihak atau membedakan manusia, menghargai
kebenaran dan fakta, serta mampu memperlakukan orang lain secara adil.
l)
Nilai altruisme, yaitu memiliki kemauan dan
kemampuan untuk memperhatikan kebutuhan, kepentingan, dan kebahagiaan orang
lain.
m) Nilai
pengakuan atau penghargaan, seperti keinginan untuk mengakui bahwa dirinya
sendiri adalah penting, berharga, dan layak mendapatkan perhatian serta
penghargaan dari orang lain.
n)
Nilai kesenangan, seperti keinginan merasakan
kenikmatan atau kegembiraan.
o)
Nilai kebijaksanaan, seperti memiliki kemauan
menggunakan akal sehat, pengalaman, dan pengetahuan dengan tepat, dan dapat
mengambil keputusan dengan cermat atau teliti.
p)
Nilai kejujuran, seperti memiliki kebaikan
hati, ketulusan hati, kesungguhan hati, dan keterusterangan.
q)
Nilai prestasi, seperti penghargaan terhadap
hasil yang baik dari kerja keras.
r)
Nilai kemandirian atau otonomi, seperti
kemampuan untuk berdiri sendiri, dan tidak dikuasai oleh orang lain.
s)
Nilai kekayaan, seperti keinginan untuk
memiliki banyak harta yang berharga dan atau memiliki banyak uang.
t)
Nilai kesetiaan, seperti keinginan memiliki
keteguhan hati dalam persahabatan, dalam ikatan dengan kelompok, atau lembaga
tertentu.
u)
Nilai tanggung jawab.
v)
Nilai kedewasaan.
w)
Nilai kedisiplinan.
x)
Nilai kerendahan hati.
y)
Nilai keberanian.
z)
Nilai toleransi.
·
Nilai kebhinekaan.
·
Nilai cinta tanah air dan bangsa.
·
Nilai keteladana.
2.3 Penerapan Nilai Kehidupan Di
Kalangan Remaja
Penerapan
nilai-nilai kehidupan mampu melahirkan masyarakat yang saling menghormati
antara satu sama lain. Nilai hormat-menghormati amat penting dan merupakan satu
perkara yang patut diteladani oleh masyarakat Malaysia, sekiranya masyarakat
Malaysia saling bertegur sapa tanpa mengira usia, jantina maupun warna kulit
malah mempraktikkan lirik lagu “senyum tak perlu kata apa-apa”, maka secara
automatik mereka dapat menzahirkan rasa hormat dalam diri masing-masing. Dalam
konteks ini, jelaslah bahwa apa yang dinyatakan dalam peribahasa Melayu adalah
tepat, bak kata pepatah” yang tua dihormati, yang muda disayangi”.
Selain
itu, penerapan nilai-nilai murni dalam kalangan masyarakat sangat penting
sebagai satu prakarsa untuk mewujudkan masyarakat yang hidup dalam suasana
harmoni dan sejahtera. Tidak dapat dinafikan bahwa suasana ini merupakan impian
setiap lapisan masyarakat terutamanya mereka yang hidup berjiran. Sebagai
contoh, aktiviti bergotong-royong yang diadakan berjalan dengan lancar dan
harmoni berkat kerjasama serta mufakat dalam kalangan jiran tetangga. Situasi
ini sesuai dengan peribahasa “bulat air kerana pembentung, bulat manusia kerana
muafakat”.
2.4 Munculnya
Pengembangan Bimbingan Konseling Nilai Kehidupan
Sebuah nilai muncul dari kesepakatan dalam sebuah
kaum, kaum primitif memiliki kesepakatan nilai yang menjadi landasan etis untuk
mengetahui sesuatu itu baik atau buruk. Dan dalam suatu masyarakat modern
setiap tindakannya akan mengacu kedalam perudang-undangan yang telah disepakati
bersama dalam sebuah majelis musyawarah yang diperjuangan wakil-wakilnya dalam
sebuah parlemen, sehingga menghasilkan sebuah tata hukum positif untuk menilai
dan menindak sesuatu boleh atau tidak boleh. Narkotika, sebelum disepakati
sebagai barang haram merupakan benda yang digemari para bangsawan dan para
kafilah, artinya barang ini tidak memiliki nilai apa-apa secara hukum
(kebolehan) ketika tidak diketahui manfaat dan mudharatnya, sehingga bagi
pemakainya merupakan kebolehan (halal) dan tindakannya tidak dikatakan buruk
(bersalah). Namun setelah kita sepakat bahwa narkotika itu membahayakan dan
menurut hukum positif itu dilarang maka perbuatan si pemakai itu suatu
keburukan, bahkan dikatakan sebagai kejahatan yang harus diperangi.
2.5 Hubungan
Pengembangan Bimbingan Konseling Dalam Nilai Kehidupan
Sofyan S. Willis (2004) menjelaskan sejumlah
karakteristik dari hubungan konseling, yang dapat membedakan antara hubungan
konseling dengan relasi antarmanusia biasa seperti yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari. Karakteristik yang dimaksud, antara lain :
1. sifat
bermakna.
Maknanya adalah bahwa hubungan konseling
mengandung harapan bagi konseli dan konselor, juga bertujuan, yaitu tercapainya
perkembangan konseli.
2. bersifat efek.
Efek adalah perilaku-perilaku emosional,
sikap dan kecenderungan-kecenderungan yang didorong oleh emosi. Efek hadir
dalam hubungan konseling karena adanya keterbukaan diri ( self-disclosure)
konseli, keterpikatan, keasyikan diri (self-absorbed ) dan saling sensitif
satu sama lain.
3. integrasi pribadi.
Integritas pribadi menyangkut sikap yang
genuine” dari kedua belah pihak (konseli dan konselor), yaitu sikap yang
menunjukkan ketulusan, tanpa kepura-puraan, menampilkan keaslian diri, membuang
kesombongan, arogansi dan kebohongan. Adanya ketulusan, kejujuran keutuhan dan
keterbukaan.
4. persetujuan bersama.
Hubungan konseling terjadi atas persetujuan
bersama,adanya komitmen bersama, bukan sebuah paksaan.
5. kebutuhan.
Hubungan konseling yang terjadi didasarkan
atas faktor kebutuhan,yaitu kebutuhan konseli dalam hubungannya dengan
persoalan yang tengah dihadapi. Maka hubungan konseling selalu bercorak
pemecahan masalah ( problem solving).
6. perubahan.
Tujuan hubungan konseling adalah perubahan positif
yang terjadi pada diri konseli. Misalnya kemampuan konseli dalam mengatasi
masalah,mampu melakukan penyesuaian diri, mampu mengembangkan diri secara
optimal
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tindakan
nilai merupakan hal asasi yang terpenting untuk menentukan sesuatu baik atau
buruk. Kalau hal ini sudah jelas maka kita akan bisa berkata perbuatan saya
salah atau perbuatan saya baik, maka berdosalah saya jika demikian dan
berpahalalah tindakan saya jika demikian. Islam menekankan setiap tindakan
harus dilandasi niat lillahita’ala (karena Allah ta’ala) untuk membedakan
tindakan etis selain Allah, sehingga jika tidak dilandasi niat karena Allah,
maka perbuatannya tidak diterima oleh Allah Swt. Dari uraian singkat di atas
dapat disimpulkan sebagai berikut: Efektivitas bimbingan dan konseling sangat
ditentukan oleh kualitas pribadi konselor; the man behind
the system. Kualitas pribadi konselor perlu diprioritaskan
dalam porsi pendidikan konselor. Beberapa kualitas pribadi konselor lebih
ditunjukkan dalam sikap, nilai, perilaku, dan spiritualitas konselor.
DAFTAR
PUSTAKA
Walgito, Bimo. 2010. Bimbingan dan
Konseling. Yogyakarta: Andi Offset
No comments:
Post a Comment